Powered By Blogger

Sabtu, 26 November 2011

Pertengahan tahun 1975, pemerintah Prancis menawarkan bantuan kepada pemerintah Mesir untuk meneliti, mempelajari, dan menganalisis mumi Firaun. Tawaran tersebut disambut baik oleh Mesir dan segera sang mumi Firaun diboyong ke Prancis.

Mumi tersebut dibawa ke ruang khusus di Pusat Purbakala Prancis, yang selanjutnya dilakukan penelitian oleh para ilmuwan terkemuka dan para pakar dokter bedah dan otopsi di Prancis. Pemimpin ahli bedah sekaligus penanggung jawab utama dalam penelitian mumi ini adalah Prof Dr Maurice Bucaille.
Bucaille adalah ahli bedah kenamaan Prancis dan pernah mengepalai klinik bedah di Universitas Paris. Ia dilahirkan di Pont-L’Eveque, Prancis, pada 19 Juli 1920. Bucaille memulai kariernya di bidang kedokteran pada 1945 sebagai ahli gastroenterology.
Sejak 1973, Bucaille ditunjuk menjadi dokter keluarga oleh Raja Faisal dari Arab Saudi. Anggota keluarga Presiden Mesir Anwar Sadat juga termasuk pasien yang pernah menggunakan jasanya.
Namanya mulai terkenal ketika ia menulis buku tentang Bibel, Alquran, dan ilmu pengetahuan modern atau judul aslinya dalam bahasa Prancis yaitu La Bible, le Coran et la Science di tahun 1976.
Ketertarikan Bucaille terhadap Islam mulai muncul ketika secara intens dia mendalami kajian biologi dan hubungannya dengan beberapa doktrin agama. Karenanya, ketika datang kesempatan kepada Bucaille untuk meneliti, mempelajari, dan menganalisis mumi Firaun, ia mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menguak misteri di balik penyebab kematian sang raja Mesir kuno tersebut.
Hasil akhir yang ia peroleh sangat mengejutkan! Sisa-sisa garam yang melekat pada tubuh sang mumi adalah bukti terbesar bahwa dia telah mati karena tenggelam. Jasadnya segera dikeluarkan dari laut dan kemudian dibalsem untuk segera dijadikan mumi agar awet. Namun, penemuan tersebut masih menyisakan sebuah pertanyaan bagi sang profesor, "Bagaimana jasad tersebut bisa lebih baik dari jasad-jasad yang lain? padahal dia dikeluarkan dari laut?"
Prof Bucaille lantas menyiapkan laporan akhir mumi firaun, yang diyakininya sebagai penemuan baru "Penyelamatan Mayat Firaun dari Laut dan Pengawetannya". Laporan akhirnya ini dia terbitkan dengan judul Mumi Firaun; Sebuah Penelitian Medis Modern, dengan judul aslinya, Les momies des Pharaons et la midecine. Berkat buku ini, dia menerima penghargaan Le prix Diane-Potier-Boes (penghargaan dalam sejarah) dari Academie Frantaise dan Prix General (Penghargaan umum) dari Academie Nationale de Medicine, Prancis.
Terkait dengan laporan akhirnya, salah seorang rekan membisikkan sesuatu di telinganya, ”Jangan tergesa-gesa, karena sesungguhnya kaum Muslimin telah berbicara tentang tenggelamnya mumi ini”. Bucaille awalnya mengingkari ucapan rekannya dan menganggapnya sebagai hal yang mustahil mustahil.
Menurutnya, pengungkapan rahasia seperti ini tidak mungkin diketahui kecuali dengan perkembangan ilmu modern, melalui peralatan canggih yang mutakhir dan akurat.
Salah seorang rekan yang lain berkata, "Alquran, yang diyakini umat Islam telah meriwayatkan kisah tenggelamnya Firaun dan kemudian diselamatkannya mayatnya".
Ungkapan itu makin membingungkan Bucaille. Ia mulai berpikir dan bertanya-tanya, "Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi? Mumi tersebut baru ditemukan sekitar tahun 1898 M, sementara Alquran telah ada sekitar tahun 600 M.

Ia duduk semalaman memandang mayat Firaun dan terus memikirkan hal tersebut. Ucapan rekannya masih terngiang-ngiang, "Alquran, kitab suci umat Islam, telah membicarakan kisah Firaun yang jasadnya diselamatkan dari kehancuran sejak ribuan tahun lalu".
Sementara dalam kitab suci agama lain hanya membicarakan tenggelamnya Firaun di tengah lautan saat mengejar Musa, dan tidak membicarakan tentang mayat Firaun. Bucaille pun makin bingung dan terus memikirkan hal itu.
Ia berkata pada dirinya sendiri. ”Apakah masuk akal mumi di depanku ini adalah Firaun yang akan menangkap Musa? Apakah masuk akal, Muhammad mengetahui hal itu, padahal kejadiannya ada sebelum Alquran diturunkan?”
Prof Bucaille tidak bisa tidur, dia meminta untuk didatangkan Kitab Taurat (Perjanjian Lama). Diapun membaca Taurat yang menceritakan: ”Airpun kembali (seperti semula), menutupi kereta, pasukan berkuda, dan seluruh tentara Firaun yang masuk ke dalam laut di belakang mereka, tidak tertinggal satu pun di antara mereka”.
Kemudian dia membandingkan dengan Injil. Namun Injil tidak membicarakan penyelamatan jasad Firaun dan masih tetap utuh. Karena itu, ia semakin bingung.
Berikrar Islam
Setelah perbaikan terhadap mayat Firaun dan pemumiannya, Prancis mengembalikan mumi tersebut ke Mesir. Akan tetapi, ketenangan tak juga datang untuk Bucaille. Kemudian dia memutuskan untuk menemui sejumlah ilmuwan otopsi dari kaum Muslimin.
Dari sini kemudian terjadilah perbincangan untuk pertama kalinya dengan peneliti dan ilmuwan Muslim. Ia bertanya tentang kehidupan Musa, perbuatan yang dilakukan Firaun, dan pengejarannya pada Musa hingga dia tenggelam dan bagaimana jasad Firaun diselamatkan dari laut.
Maka, berdirilah salah satu di antara ilmuwan Muslim tersebut seraya membuka mushaf Alquran dan membacakan untuk Bucaille firman Allah SWT yang artinya: ”Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (QS Yunus: 92).
Ayat ini sangat menyentuh hati Bucaille. Ia mengatakan bahwa ayat Alquran tersebut masuk akal dan mendorong sains untuk maju. Hatinya bergetar, dan getaran itu membuatnya berdiri di hadapan orang-orang seraya berseru dengan lantang: ”Sungguh aku masuk Islam dan aku beriman dengan Alquran ini”.
Ia pun kembali ke Prancis dengan wajah baru, berbeda dengan wajah pada saat dia pergi dulu.
Sejak memeluk Islam, ia menghabiskan waktunya untuk meneliti tingkat kesesuaian hakikat ilmiah dan penemuan-penemuan modern dengan Alquran, serta mencari satu pertentangan ilmiah yang dibicarakan Alquran.
Semua hasil penelitiannya tersebut kemudian ia bukukan dengan judul Bibel, Alquran dan Ilmu Pengetahuan Modern, judul asli dalam bahasa Prancis, La Bible, le Coran et la Science. Buku yang dirilis tahun 1976 ini menjadi best-seller internasional (laris) di dunia Muslim dan telah diterjemahkan ke hampir semua bahasa utama umat Muslim di dunia.
Karyanya ini menerangkan bahwa Alquran sangat konsisten dengan ilmu pengetahuan dan sains, sedangkan Al-Kitab atau Bibel tidak demikian. Bucaille dalam bukunya mengkritik Bibel yang ia anggap tidak konsisten dan penurunannya diragukan.

Dan masih banyak lagi bukti kebenaran bahwa Al-Qur'an merupakan kalam Ilahi yang menjadi pedoman hidup. Semoga bermanfaat.
sumber:
Republika
http://quran.al-shia.org/id/lib/006/02.htm
http://indahislami.wordpress.com/2011/03/16/39/#c

Tidak ada komentar:

Posting Komentar